Pertumbuhan Ekonomi Pesat Tak Menjamin Lapangan Kerja Berkualitas
Ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik tumbuh pesat berkat strategi berorientasi ekspor dan padat karya. Pertumbuhan ini mendorong terbentuknya jutaan lapangan kerja produktif selama beberapa dekade terakhir. Namun, menurut laporan terbaru Bank Dunia, keberhasilan tersebut kini menghadapi tantangan serius akibat perubahan teknologi, perdagangan, dan demografi.
Robot industri, kecerdasan buatan (AI), dan digitalisasi memang meningkatkan produktivitas. Tetapi, inovasi ini juga menggantikan banyak jenis pekerjaan tradisional, terutama di sektor manufaktur dan jasa. Dalam jangka panjang, tantangan ini membuat banyak anak muda kesulitan mencari pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan mereka.
Baca Juga : “Lionel Messi Perpanjang Kontrak di Inter Miami“
Dampak Teknologi dan Perdagangan terhadap Pasar Tenaga Kerja
Laporan Bank Dunia menyoroti meningkatnya hambatan perdagangan global yang turut mengubah pola perdagangan di negara-negara Asia Timur dan Pasifik. Negara-negara seperti China, Indonesia, dan Malaysia mulai merasakan dampak dari perlambatan ekspor dan otomatisasi industri.
Berbeda dengan China dan Malaysia yang menghadapi penuaan populasi, Indonesia dan Kamboja justru memiliki tenaga kerja muda yang melimpah. Namun, tingginya jumlah tenaga kerja muda tidak otomatis menciptakan peluang kerja yang cukup. Di Indonesia, tingkat pengangguran usia 15–24 tahun masih di atas 10%, sementara usia produktif 25–54 tahun berada di atas 5%.
Partisipasi Tenaga Kerja Perempuan Masih Rendah di Negara Pasifik
Selain tantangan usia muda, Bank Dunia juga menyoroti rendahnya partisipasi tenaga kerja perempuan, terutama di wilayah Pasifik. Ketimpangan ini memperparah kesenjangan ekonomi dan membatasi potensi produktivitas nasional.
Laporan itu menyebut populasi usia kerja di kawasan Asia Timur dan Pasifik secara keseluruhan akan menyusut hingga 200 juta antara 2025 hingga 2050. China, Vietnam, dan Thailand menghadapi populasi menua, sementara Filipina, Indonesia, dan Kamboja justru mengalami lonjakan penduduk usia muda.
Pentingnya Produktivitas dalam Menopang Pertumbuhan Ekonomi
Bank Dunia menegaskan bahwa peningkatan produktivitas tenaga kerja menjadi prioritas utama. Sebab, sebagian besar negara di kawasan ini masih memiliki tingkat produktivitas di bawah rata-rata global. Hanya China dan Malaysia yang menunjukkan capaian signifikan dalam efisiensi tenaga kerja.
“Penciptaan lapangan kerja penting, tidak hanya bagi kaum muda dan perempuan, tetapi juga bagi negara-negara kepulauan Pasifik,” demikian penjelasan dalam laporan Bank Dunia. Hal ini disebabkan proporsi penduduk usia kerja yang bekerja masih di bawah rata-rata dunia.
Sektor Potensial untuk Penciptaan Lapangan Kerja Baru
Bank Dunia mengidentifikasi beberapa sektor yang memiliki potensi besar untuk menciptakan lapangan kerja di masa depan. Sektor-sektor tersebut antara lain agribisnis, kesehatan, infrastruktur, energi, manufaktur, dan pariwisata.
Sektor-sektor ini telah menunjukkan pertumbuhan positif dalam dekade terakhir, baik dari sisi jumlah tenaga kerja maupun produktivitasnya. Namun, untuk memaksimalkan peluang ini, negara perlu memastikan transisi tenaga kerja berjalan efektif agar pekerja dapat beralih ke sektor-sektor yang lebih produktif.
Pergeseran Tenaga Kerja dari Pertanian ke Jasa dan Manufaktur
Transformasi ekonomi di Asia Timur dan Pasifik sejak 1970-an menunjukkan pergeseran tenaga kerja dari pertanian ke manufaktur dan jasa. Pergeseran ini awalnya berjalan dinamis dan menghasilkan peningkatan kesejahteraan. Namun, sejak 1990-an hingga 2000-an, pergeseran ini mulai melambat.
Kini, banyak tenaga kerja berpindah dari sektor pertanian ke sektor jasa informal dengan produktivitas rendah. Artinya, meski jumlah pekerja meningkat, kualitas pekerjaan tidak mengalami peningkatan yang signifikan.
Realokasi Tenaga Kerja Belum Optimal di Asia Timur dan Pasifik
Bank Dunia menemukan bahwa negara-negara di kawasan ini belum sepenuhnya diuntungkan dari realokasi tenaga kerja antarsektor. Perusahaan yang lebih produktif seharusnya menyerap lebih banyak tenaga kerja, tetapi kenyataannya respons terhadap peningkatan produktivitas masih rendah.
Sebagai contoh, di Indonesia, Filipina, dan Vietnam, penggandaan produktivitas perusahaan hanya meningkatkan lapangan kerja sebesar 3–8%. Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan negara-negara OECD yang mencapai hingga 13%.
Peran Perusahaan Muda dan Startup dalam Penciptaan Lapangan Kerja
Menariknya, perusahaan-perusahaan muda memainkan peran penting dalam penciptaan lapangan kerja baru. Namun, Bank Dunia mencatat bahwa tingkat masuknya perusahaan baru justru menurun di kawasan ini. Malaysia menjadi pengecualian, di mana perusahaan muda masih berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja.
Perusahaan muda di Malaysia dan Vietnam menyumbang sekitar 57% dari total lapangan kerja, dengan kontribusi terhadap penciptaan lapangan kerja mencapai 79%. Namun, di kawasan lain, pertumbuhan startup melambat karena hambatan regulasi dan pembiayaan.
Dampak BUMN terhadap Dinamika Pasar Tenaga Kerja
Bank Dunia juga menyoroti pengaruh keberadaan badan usaha milik negara (BUMN) terhadap efisiensi pasar tenaga kerja. Di Vietnam, keberadaan BUMN berkorelasi dengan penurunan tingkat masuknya perusahaan baru. Di Indonesia, BUMN cenderung memiliki produktivitas lebih rendah dibandingkan perusahaan swasta di sektor manufaktur.
Hal ini menyebabkan penurunan penciptaan lapangan kerja serta menurunkan efisiensi perusahaan lain di sektor yang sama. Sebaliknya, pasar tenaga kerja yang lebih kompetitif seperti di Amerika Serikat mampu menumbuhkan dinamika “naik-atau-keluar”, di mana hanya perusahaan produktif yang bertahan.
Transformasi Struktural dan Munculnya Kelas Menengah Baru
Proses transformasi struktural di Asia Timur dan Pasifik turut mendorong lahirnya kelas menengah baru. Di Malaysia, Thailand, China, dan Vietnam, perpindahan dari sektor pertanian ke manufaktur dan jasa berhasil meningkatkan pendapatan masyarakat. Kini, kelas menengah mencakup lebih dari 40% populasi di negara-negara tersebut.
Namun, di negara lain yang transformasinya berjalan lambat, seperti Kamboja dan Filipina, banyak penduduk masih berada di kelas rentan. Mereka memiliki pekerjaan berproduktivitas rendah dan berisiko tinggi kembali jatuh ke dalam kemiskinan.
Peluang Ekonomi dan Tantangan Keterampilan Masa Depan
Bank Dunia menekankan bahwa peluang ekonomi masa depan sangat bergantung pada kemampuan tenaga kerja dalam beradaptasi dengan teknologi baru. Investasi dalam pendidikan dan pelatihan menjadi kunci untuk menjaga daya saing negara.
“Peluang masa depan bergantung pada investasi keterampilan hari ini,” tulis Bank Dunia. Negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik perlu memperkuat kebijakan perdagangan, industri, dan pendidikan agar bisa memanfaatkan peluang global yang muncul.
Kesimpulan: Kolaborasi dan Reformasi Pasar Tenaga Kerja Diperlukan
Laporan Bank Dunia menegaskan bahwa masa depan tenaga kerja di Asia Timur dan Pasifik akan sangat bergantung pada kemampuan negara-negara di kawasan ini beradaptasi dengan perubahan global. Teknologi, perdagangan, dan demografi tidak hanya menantang, tetapi juga membuka peluang baru bagi pertumbuhan inklusif.
Untuk menghadapi masa depan, diperlukan kebijakan terpadu antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan agar generasi muda dan perempuan memiliki akses lebih luas terhadap pekerjaan produktif. Dengan langkah tepat, kawasan Asia Timur dan Pasifik berpotensi menjadi motor penggerak ekonomi global yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
baca Juga : “Bank Dunia Desak Negara Berkembang Transparan soal Utang, Ada Apa?“




