Purbaya Soroti Langkah Luhut Soal Dana Rp50 Triliun INA

purbaya

Respons Awal Purbaya terhadap Usulan Luhut

bermudamall.com – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menanggapi usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan terkait penambahan dana sebesar Rp50 triliun ke Indonesia Investment Authority (INA). Dana tersebut direncanakan berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah di Bank Indonesia (BI) yang disalurkan setiap tahun sebagai tambahan modal rutin.

Dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (16/10/2025), Purbaya mengaku belum melihat adanya proposal resmi dari pihak INA mengenai rencana penggunaan dana tersebut. Ia menegaskan bahwa setiap pengucuran dana publik harus melalui kajian mendalam agar tepat sasaran.

“Saya lihat nanti INA-nya mau ngomongin seperti apa proposalnya, Saya sih belum lihat sampai sekarang. Saya kan di INA. Tapi INA-nya belum ngomongin apa-apa ke saya,” ujar Purbaya.

Baca Juga : “Garuda Indonesia Umumkan Perubahan Pengurus, Ini Daftar Lengkapnya

Latar Belakang Usulan Luhut dan Tujuan Strategis INA

Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya memperkuat kapasitas keuangan INA sebagai lembaga pengelola dana abadi atau Sovereign Wealth Fund (SWF). Menurutnya, tambahan dana dari pemerintah dapat memperbesar kemampuan INA dalam menarik investasi asing dan membiayai proyek strategis nasional.

Luhut bahkan memproyeksikan, dengan suntikan dana rutin Rp50 triliun per tahun, total aset kelolaan INA bisa mencapai Rp1.000 triliun dalam lima tahun ke depan. Langkah ini, katanya, akan memperkuat daya saing Indonesia di mata investor global serta mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Namun, Purbaya menilai bahwa usulan tersebut perlu dipertimbangkan secara hati-hati. Sebagai Menteri Keuangan yang juga duduk di struktur INA, ia menegaskan bahwa kinerja lembaga itu perlu dioptimalkan terlebih dahulu sebelum menambah modal baru.

Kritik Purbaya terhadap Efektivitas Pengelolaan Dana INA

Purbaya menyoroti bahwa INA masih memiliki dana yang belum dimanfaatkan secara maksimal. Menurutnya, penambahan modal tanpa rencana investasi konkret justru berisiko menambah beban likuiditas tanpa hasil signifikan bagi perekonomian.

“Itu mungkin masukan yang bagus. Tapi saya kan lihat. INA juga kayaknya masih banyak uang nganggur juga,” kata Purbaya.

Ia menambahkan, pemerintah harus memastikan bahwa setiap rupiah dana publik digunakan untuk kegiatan produktif, bukan hanya disimpan dalam instrumen pasif seperti obligasi. Langkah semacam itu dianggap tidak memberikan nilai tambah terhadap pembangunan ekonomi nasional.

“Kalau saya kasih begitu, makin banyak yang nganggur. Kalau dia cuma ngomongin untuk ditaruh di obligasi atau di pos itu saja, buat apa?” tegasnya.

Pentingnya Transparansi dan Akuntabilitas INA

Pandangan Purbaya juga mencerminkan dorongan pemerintah untuk memperkuat tata kelola dan transparansi lembaga investasi negara. Dalam konteks ini, akuntabilitas menjadi faktor utama agar publik memiliki kepercayaan terhadap pengelolaan dana besar oleh INA.

Sejak dibentuk pada 2021, INA telah mengelola modal awal senilai Rp75 triliun dari pemerintah dan berhasil menarik komitmen investasi asing dari sejumlah mitra global. Namun, laporan terakhir menunjukkan sebagian dana tersebut masih dalam tahap negosiasi dan belum sepenuhnya direalisasikan untuk proyek-proyek strategis.

Purbaya menilai, sebelum menambah modal baru, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh komitmen investasi sebelumnya telah disalurkan secara efektif. Langkah itu dinilai penting untuk menunjukkan kinerja konkret INA sebagai lembaga pengelola dana publik yang efisien.

Pro dan Kontra di Kalangan Ekonomi Nasional

Usulan Luhut untuk memperkuat INA lewat suntikan dana tambahan memang menuai perdebatan di kalangan ekonom. Sebagian pihak menilai langkah tersebut bisa mempercepat pertumbuhan proyek infrastruktur dan menarik kepercayaan investor luar negeri.

Namun, sejumlah analis lainnya berpandangan seperti Purbaya, bahwa efektivitas pengelolaan dana yang sudah ada harus dioptimalkan terlebih dahulu. Mereka menekankan bahwa tanpa portofolio investasi yang jelas, tambahan dana justru bisa menjadi beban fiskal baru bagi pemerintah.

Selain itu, transparansi penggunaan dana menjadi sorotan penting. Publik perlu mengetahui bagaimana INA mengalokasikan dana investasinya, sektor apa saja yang menjadi prioritas, dan bagaimana mekanisme pengawasan terhadap hasil investasinya.

Pandangan Ke Depan dan Implikasi Ekonomi

Pernyataan Purbaya Yudhi Sadewa menjadi pengingat penting bahwa pengelolaan dana publik harus dilakukan secara hati-hati dan terukur. Dalam konteks stabilitas fiskal, setiap kebijakan tambahan anggaran harus mempertimbangkan kapasitas penyerapan lembaga penerima.

Langkah untuk memperkuat INA tetap dianggap strategis, namun perlu diimbangi dengan perbaikan tata kelola, percepatan realisasi investasi, dan sinergi lintas kementerian. Dengan begitu, dana publik benar-benar memberikan dampak ekonomi yang signifikan dan tidak hanya menjadi angka di neraca keuangan negara.

Dalam waktu dekat, Kementerian Keuangan akan menunggu proposal resmi dari INA sebelum mengambil keputusan lebih lanjut. Purbaya menegaskan, dirinya terbuka terhadap masukan dari berbagai pihak selama usulan tersebut didukung dengan perencanaan yang matang dan akuntabel.

“Saya akan lihat dulu arah dan tujuan INA seperti apa. Kalau memang ada rencana jelas, tentu kita dukung. Tapi kalau belum, sebaiknya kita perkuat dulu yang sudah ada,” tutup Purbaya.

Kesimpulan:
Respons Purbaya terhadap usulan Luhut menunjukkan pentingnya kehati-hatian dalam mengelola dana negara. Meskipun penguatan INA berpotensi mendorong investasi nasional, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas tetap harus menjadi prioritas agar kebijakan keuangan publik tidak hanya besar di angka, tetapi juga berdampak nyata pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Baca Juga : “Inggris Resmi Lolos ke Piala Dunia 2026, Harry Kane Tetap Waspada

More Articles & Posts